Dana bantuan hukum yang dikelola Kementerian
Hukum dan HAM bukan hanya ditujukan kepada penggugat, tetapi juga tergugat.
Bahkan penggugat dan tergugat dalam satu perkara bisa sama-sama mendapatkan dana
bantuan hukum asalkan mereka memenuhi syarat utama: miskin.
Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang
Syarat dan Tata Cara Pemberian dan Penyaluran Dana Bantua Hukum hanya menyebut
penerima bantuan hukum adalah ‘orang atau kelompok orang miskin’. Pasal 3 RPP
juga menyebut sasaran pemberian bantuan hukum adalah orang miskin atau kelompok
orang miskin sebagaimana telah ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan.
Undang-Undang
No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum (UU Bankum) menyebut orang atau
kelompok miskin “yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri”.
Penerima dibebani kewajiban memberikan informasi perkaranya secara benar kepada
organisasi pemberi bantuan hukum.
Dana bantuan hukum yang dianggarkan di APBN
adalah uang rakyat sehingga siapapun, penggugat atau terugat, bisa mengakses
dana bantuan hukum tersebut sepanjang memenuhi syarat. RPP tersebut menentukan
syarat-syarat dimaksud lebih lanjut. Hingga kini, Kementerian Hukum dan HAM
masih menyusun draf tersebut.
Lantaran dana bankum bukan charity dari
pemerintah, maka dana itu bisa dipakai warga miskin untuk menggugat pemerintah.
Misalkan kelompok miskin hendak menggugat kebijakan pemerintah tentang
pelaksanaan ujian nasional. “Saya kira gak masalah (gugat pemerintah),” kata Uli
Parulian Sihombing, Direktur Eksekutif Indonesia Legal Resource Center
(ILRC).
Uli dan anggota Forum Akses Keadilan untuk Semua
(Fokus) justru mempersoalkan kategori miskin baik dalam UU Bankum maupun dalam
RPP yang kini disusun. Kategori miskin masih digunakan ukuran ekonomi. Padahal,
menurut Nurkholis Hidayat, banyak kelompok masyarakat yang layak mendapatkan
bantuan hukum meskipun berdasarkan ukuran miskin versi pemerintah tidak
termasuk. Misalnya tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri. Menurut
Direktur LBH Jakarta ini, kualifikasi
miskin dalam RPP masih perlu diperluas.
Fultoni, rekan Uli di ILCR, menambahkan
pemerintah memikirkan ulang pendekatan yang dipakai dalam mengkategorisasi
miskin sebagai syarat mengakses dana bantuan hukum. Sinkronisasi penting agar
tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Pasal
56 KUHAP misalnya memberi hak kepada terdakwa yang terancam lebih dari lima
tahun untuk mendapatkan bantuan hukum. Menjadi pertanyaan apakah akses bantuan
hukum dalam pasal 56 tadi juga mencakup akses dana bankum yang dikelola
Kementerian Hukum dan HAM.
Undang-Undang
No. 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin menyebutkan fakir miskin
adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau
mempunyai standar sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan
memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau
keluarganya.
Sumber: Hukum Online
Posting Komentar