Kamis, 24 Mei 2012

Home » » Penggugat dan Tergugat Bisa Dapat Dana Bankum

Penggugat dan Tergugat Bisa Dapat Dana Bankum

Dana bantuan hukum yang dikelola Kementerian Hukum dan HAM bukan hanya ditujukan kepada penggugat, tetapi juga tergugat. Bahkan penggugat dan tergugat dalam satu perkara bisa sama-sama mendapatkan dana bantuan hukum asalkan mereka memenuhi syarat utama: miskin.

Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian dan Penyaluran Dana Bantua Hukum hanya menyebut penerima bantuan hukum adalah ‘orang atau kelompok orang miskin’. Pasal 3 RPP juga menyebut sasaran pemberian bantuan hukum adalah orang miskin atau kelompok orang miskin sebagaimana telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
 
Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum (UU Bankum) menyebut orang atau kelompok miskin “yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri”. Penerima dibebani kewajiban memberikan informasi perkaranya secara benar kepada organisasi pemberi bantuan hukum.

Dana bantuan hukum yang dianggarkan di APBN adalah uang rakyat sehingga siapapun, penggugat atau terugat, bisa mengakses dana bantuan hukum tersebut sepanjang memenuhi syarat. RPP tersebut menentukan syarat-syarat dimaksud lebih lanjut. Hingga kini, Kementerian Hukum dan HAM masih menyusun draf tersebut.

Lantaran dana bankum bukan charity dari pemerintah, maka dana itu bisa dipakai warga miskin untuk menggugat pemerintah. Misalkan kelompok miskin hendak menggugat kebijakan pemerintah tentang pelaksanaan ujian nasional. “Saya kira gak masalah (gugat pemerintah),” kata Uli Parulian Sihombing, Direktur Eksekutif Indonesia Legal Resource Center (ILRC).

Uli dan anggota Forum Akses Keadilan untuk Semua (Fokus) justru mempersoalkan kategori miskin baik dalam UU Bankum maupun dalam RPP yang kini disusun. Kategori miskin masih digunakan ukuran ekonomi. Padahal, menurut Nurkholis Hidayat, banyak kelompok masyarakat yang layak mendapatkan bantuan hukum meskipun berdasarkan ukuran miskin versi pemerintah tidak termasuk. Misalnya tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri. Menurut Direktur LBH Jakarta ini, kualifikasi miskin dalam RPP masih perlu diperluas.

Fultoni, rekan Uli di ILCR, menambahkan pemerintah memikirkan ulang pendekatan yang dipakai dalam mengkategorisasi miskin sebagai syarat mengakses dana bantuan hukum. Sinkronisasi penting agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Pasal 56 KUHAP misalnya memberi hak kepada terdakwa yang terancam lebih dari lima tahun untuk mendapatkan bantuan hukum. Menjadi pertanyaan apakah akses bantuan hukum dalam pasal 56 tadi juga mencakup akses dana bankum yang dikelola Kementerian Hukum dan HAM.

Undang-Undang No. 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin menyebutkan fakir miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai standar sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya.

Sumber: Hukum Online
Share this article :

Posting Komentar