MAJALENGKA ON NEWS

INFO HUKUM

Jumat, 25 Mei 2012

Perumahan PNS Sindangkasih Masih Bermasalah

Pembangunan perumahan PNS di kelurahan Sindangkasih yang sejak awal memang terkesan dipaksakan terus menuai masalah .Selain masalah harga rumah yang dianggap terlalu mahal hingga tidak terjangkau oleh PNS golongan rendah juga masalah status tanah hingga kini masih belum bisa terselesaikan.Wajar saja apabila perumahan PNS ini sepi peminat.

Informasi yang dikumpulkan sinarmedia , pembangunan perumahan PNS itu kini terhenti karena hingga kini belum bisa dilakukan akad kredit akibat status tanahnya yang belum bisa diselesaikan.

Pembangunan perumahan PNS ini juga sebelumnya dinilai menyalahi prosedur, masalahnya belum juga masalah status tanah diselesaikan sudah dilakukan pembangunan. Belum diketahui apakah pembangunan perumahan tersebut sudah ada Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) atau tidak. Apabila sudah ada IMB  mengapa Pemkab berani mengeluarkan IMB sementara status tanahnya masih belum jelas dan apababila IMB nya belum keluar mengapa pengembang berani membangun.

Pembangunan perumahan PNS di tanah eks bengkok desa Sindangkasih yang dibangun diatas tanah seluas sekitar 13 ,5 hektar seharusnya dihentikan sebelum status tanahnya diselesaikan terlebih dahulu. Aktivitas pembangunan yang dilakukan diatas tanah Negara tanpa ijin maka hal itu bisa termasuk penyerobotan tanah Negara.

Pada kenyataanya status tanah yang digunakan untuk pembangunan perumahan PNS tersebut masih bermasalah terbukti belum ada pelepasan asset daerah oleh Pemkab Majalengka. Bahkan berdasarkan informasi yang diperoleh hingga saat ini belum didaftarkan kepada Badan Pertanahan Nasional  (BPN).

Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah BPN Majalengka Chaerul Feller, SH ketika ditemui Sinarmedia menyatakan, agar bisa didaftarkan dan disertifikatkan harus ada pelepasan hak dulu melalui Keputusan Bupati dengan persetujuan DPRD.

“Harus dilakukan pelepasan hak dulu oleh Pemkab Majalengka melalui Bupati atau pejabat yang ditunjuk untuk pelepasan hak misalnya Sekretaris Daerah baru bisa didaftarkan di BPN,” jelas Chaerul.

Menurut Chaerul dalam pelepasan hak itu ada besaran ganti rugi yang mesti dibayar konsumen kepada Pemkab Majalengka dalam bentuk uang, yang besaran per meternya ditetapkan oleh Bupati Majalengka melalui Surat Keputusan Bupati karena merupakan aset milik Pemkab dan tidak bisa melalui mekanisme hibah.

“Tidak bisa tanah bengkok itu dihibahkan, karena merupakan aset negara, cara lain yang bisa ditempuh adalah melalui proses tukar guling atas persetujuan DPRD, karena kalau tidak melalui proses pelepasan hak akan merugikan keuangan daerah,” jelasnya.

Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset  Daerah (DPKAD) Kabupaten Majalengka H. Nanan Ginanjar menjelaskan, Pemkab Majalengka akan melakukan pelepasan aset tanah perumahan PNS dengan mengeluarkan Peraturan Bupati yang akan menetapkan besaran ganti rugi yang mesti dibayar konsumen ke pihak Pemkab.

“Sesuai petunjuk DPRD Pemkab akan melakukan pelepasan asset dengan mengeluarkan Perbub yang akan menetapkan besaran ganti rugi per meter persegi (M2) sesuai NJOP atau sesuai harga pasaran atau bahkan lebih,”.Ujarnya.

Hal senada disampaikan praktisi hukum Dudi Ruchendi, SH., Ia berpendapat bahwa pelepasan hak tanah eks bengkok Desa Sindangkasih harus melalui Keputusan Bupati dan bahkan izin dari Gubernur baik itu pelepasan hak atau melalui hibah.

“Kecuali tanah tersebut milik pribadi Bupati, terserah mau dihibahkan juga, ini kan jelas-jelas aset negara yang tidak bisa dihibahkan begitu, saya juga heran kenapa akad jual beli dengan konsumen belum dilakukan namun pembangunan rumah terus dilaksanakan, malah saya dengar fasos dan fasum juga gratis dibangun oleh Pemkab, keenakan developernya dong,” ujarnya.

Assisten  bidang Pemerintahan Pemkab Majalengka Drs. Yayan Somantri M.Si.mengatakan, masalah perumahan PNS sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku dan  proses hibah  sedang diurus masalah sertifikatnya ke Badan Pertanahan Nasional. “Apakah nanti bisa disertifikatkan menjadi hak milik itu tergantung BPN, saya belum bisa menjawabnya, silahkan ke BPN saja atau ke DPKAD yang mengurusi soal asset.” ujarnya.

Sumber: Sinar Media

Kamis, 24 Mei 2012

Penggugat dan Tergugat Bisa Dapat Dana Bankum

Dana bantuan hukum yang dikelola Kementerian Hukum dan HAM bukan hanya ditujukan kepada penggugat, tetapi juga tergugat. Bahkan penggugat dan tergugat dalam satu perkara bisa sama-sama mendapatkan dana bantuan hukum asalkan mereka memenuhi syarat utama: miskin.

Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian dan Penyaluran Dana Bantua Hukum hanya menyebut penerima bantuan hukum adalah ‘orang atau kelompok orang miskin’. Pasal 3 RPP juga menyebut sasaran pemberian bantuan hukum adalah orang miskin atau kelompok orang miskin sebagaimana telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
 
Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum (UU Bankum) menyebut orang atau kelompok miskin “yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri”. Penerima dibebani kewajiban memberikan informasi perkaranya secara benar kepada organisasi pemberi bantuan hukum.

Dana bantuan hukum yang dianggarkan di APBN adalah uang rakyat sehingga siapapun, penggugat atau terugat, bisa mengakses dana bantuan hukum tersebut sepanjang memenuhi syarat. RPP tersebut menentukan syarat-syarat dimaksud lebih lanjut. Hingga kini, Kementerian Hukum dan HAM masih menyusun draf tersebut.

Lantaran dana bankum bukan charity dari pemerintah, maka dana itu bisa dipakai warga miskin untuk menggugat pemerintah. Misalkan kelompok miskin hendak menggugat kebijakan pemerintah tentang pelaksanaan ujian nasional. “Saya kira gak masalah (gugat pemerintah),” kata Uli Parulian Sihombing, Direktur Eksekutif Indonesia Legal Resource Center (ILRC).

Uli dan anggota Forum Akses Keadilan untuk Semua (Fokus) justru mempersoalkan kategori miskin baik dalam UU Bankum maupun dalam RPP yang kini disusun. Kategori miskin masih digunakan ukuran ekonomi. Padahal, menurut Nurkholis Hidayat, banyak kelompok masyarakat yang layak mendapatkan bantuan hukum meskipun berdasarkan ukuran miskin versi pemerintah tidak termasuk. Misalnya tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri. Menurut Direktur LBH Jakarta ini, kualifikasi miskin dalam RPP masih perlu diperluas.

Fultoni, rekan Uli di ILCR, menambahkan pemerintah memikirkan ulang pendekatan yang dipakai dalam mengkategorisasi miskin sebagai syarat mengakses dana bantuan hukum. Sinkronisasi penting agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Pasal 56 KUHAP misalnya memberi hak kepada terdakwa yang terancam lebih dari lima tahun untuk mendapatkan bantuan hukum. Menjadi pertanyaan apakah akses bantuan hukum dalam pasal 56 tadi juga mencakup akses dana bankum yang dikelola Kementerian Hukum dan HAM.

Undang-Undang No. 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin menyebutkan fakir miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai standar sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya.

Sumber: Hukum Online

Senin, 21 Mei 2012

BK Berencana Panggil Ketua DPRD

Badan Kehormatan DPRD Majalengka berencana memanggil Ketua DPRD, Surahman atas beberapa tindakan pimpinan DPRD tersebut yang dinilai menyalahi tata tertib. Wakil Ketua BK, Sumpena mengungkapkan, dirinya telah berbicara dengan Ketua BK, Ade Ganda Sasmita untuk merencanakan pemanggilan ketua DPRD ini.

Pemanggilan dilakukan terkait dugaan pelanggaran dalam menerbitkan surat persetujuan sepihak atas pelepasan aset tanah eks bengkok seluas 13 hektare di Kelurahan Sindangkasih, Kecamatan Majalengka untuk perumahan pegawai negeri sipil. “Kami mendapat keluhan dari para rekan anggota DPRD lain, serta LSM, dan masyarakat luas. Mereka meminta untuk menelusuri kebenaran dugaan pelanggaran yang mencoreng kehormatan institusi DPRD ini, apalagi yang diduga melakukanya adalah ketua DPRD. Oleh karenanya, akan kita agendakan dalam Banmus (Badan Musyawarah), untuk mejadwalkan pemanggilan ketua DPRD pada masa persidangan bulan depan (Juni),” ujar anggota Fraksi Patriot Bintang ini, kepada Radar, Minggu (20/5).

Menurutnya, dugaan pelanggaran yang diperbuat ketua DPRD tersebut bersifat etika dan pelanggaran tata tertib. Dalam mengeluarkan rekomendasi/persetujuan mengenai pelepasan aset tanah tersebut, tidak melalui mekanisme paripurna. Serta terdapat kesalahan penanggalan, di mana surat persetujuan ketua DPRD terbit tertanggal 8 september 2011, atau lima hari lebih awal daripada surat yang tertera dalam Nota Komis A yang terbit pada tanggal 13 september 2011.

Untuk perkara pelanggaran tata tertib, mestinya sebagaimana diatur dalam Permendagri 17 tahun 2007 tentang pedoman teknis pengelolaan barang milik daerah, disebutkan bahwa sebelum melahirkan keputusan atau persetujuan DPRD terhadap pelepasan aset milik daerah dengan cara ganti rugi atau cara tukar menukar/ruslah, harus ada penaksiran harga terlebih dahulu. Artinya, lanjut Sumpena, dalam peraturan tersebut juga dituliskan jika setelah penaksiran harga aset tersebut diperkirakan di bawah angka Rp5 miliar, maka tidak perlu persetujuan DPRD, sedangkan jika harganya di atas Rp5 miliar perlu ada proses persetuan DPRD yang diputuskan melalui proses Paripurna semua anggota DPRD, bukan persetujuan sepihak ketua DPRD saja.

Dengan kata lain, pada tahapan pelepasan aset ini, proses penaksiran harga telewat atau diduga sengaja diabaikan, sehingga jika di kemudian hari para pembeli rumah di perumahan PNS tersebut bermasalah dengan status kepemilikan tanahnya. Meski selama ini oleh sebagian pihak kapabilitas BK DPRD, namun untuk kasus ini Sumpena berjanji BK DPRD akan menunjukkan taringnya kepada semua kalangan.

Sumpena juga berjanji jika dalam pemeriksaan pada pemanggilan ketua DPRD nanti ditemukan positif adanya kesalahan, maka yang bersangkutan akan ditindak sesuai proporsi kesalahanya, mulai dar teguran lisan, hingga teguran tertulis berupa mosi tidak percaya terhadap kepemimpinan ketua DPRD jika skala kesalahanya besar. Jika nantinya muncul sanksi mosi tidak percaya, maka keputusan mosi tidak percaya ini akan disampaikan kepada Ketua Partai yang bersangkutan mulai jajaran DPC hingga DPP, serta ditembuskan kepada Gubernur, dan Mendagri untuk ditinjau ulang kepemimpinan yang bersangkutan dalam memipin lembaga legislatif. “Kalau prediksi pribadi saya, jikalau terdapat kesalahan, pasti bobotnya kesalahan berat. Karena yang diduga dilakukan oleh saudara ketua dewan ini menyangkut hajat hidup orang banyak terkait kepemilikan ratusan perumahan PNS di masa yang akan datang, dan menyangkut asset daerah yang nilainya tidak kecil,” imbuhnya.

Sebelumnya, Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Kabupaten Majalengka membantah terhadap perbedaan luas tanah perumahan murah rakyat khusus Pegawai Negeri Sipil (PNS). Kepala Bidang Aset DPKAD, Johansyah menjelaskan, dengan adanya perbedaan luas tanah yang ada, maka yang diuntungkan adalah aset negara. Dia menjelaskan, surat permohonan Bupati Majalengka Nomor Huk/143.11/842/V/2011 tertanggal 27 Mei 2011 tentang permohonan persetujuan penghapusan tanah eks bengkok Kelurahan Sindangkasih, Kecamatan/Kabupaten Majalengka menyebutkan bahwa tanah untuk perumahan PNS yang dihapuskan seluas 13,42 hektare.

Namun, pada Surat Keputusan Bupati Nomor 48 tahun 2012 tentang penghapusan tanah eks bengkok Kelurahan Sindangkasih, Kecamatan/Kabupaten Majalengka dari daftar inventaris barang milik daerah Kabupaten Majalengka memutuskan bahwa persetujuan bersama DPKAD untuk luas tanah Perumahan PNS seluas 121.850 meter persegi atau 12,185 hektare. “Ada selisih luas tanah seluas 1,235 hektare dari perbedaan ini. Kami  anggap ini wajar karena ada beberapa kondisi tanah di eks bengkok Kelurahan Sindangkasih yang tidak dapat digunakan untuk pembangunan perumahan,” kilahnya

Sementara itu, Sekretaris Yayasan Lembaga Bantuan Konsumen (YLBK) Majalengka, Rakisa Ibnu Abdurrahman berbeda pendapat. Dia beralasan, tanah negara atau pemerintah tidak boleh dilakukan penyusutan sehingga terjadi pengurangan aset negara. “Kalau yang ingin dihapuskan nilainya 13,42 hektare, maka tidak boleh dikurangi atau dilebihkan. Meskipun, pada kenyataannya ada kondisi tanah yang tidak bisa dibangun untuk pembangunan perumahan,” terangnya di tempat terpisah.

Menurut dia, bupati harus mengubah surat keputusan yang mengurangi permohonan persetujuan tanah untuk perumahan PNS. Sebab, perubahan bertujuan untuk tidak terjadinya hal-hal buruk di kemudian hari. “Lebih baik sekarang dilakukan evaluasi daripada dampaknya nanti ke depan akan menyebabkan masalah yang berkepanjangan,” harapnya.

Sumber: Radar Cirebon

Kamis, 26 April 2012

Perumahan PNS Tidak Tepat Sasaran – Pejabat Diperbolehkan Memesan

Program perumahan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Sindangkasih yang pada awalnya bertujuan untuk membantu pegawai rendah golongan II atau berpenghasilan Rp. 2.5 juta kebawah memiliki rumah nampaknya melenceng dari tujuan semula.Dengan dalih kurang peminat maka pegawai golongan III dan II pun kini diperbolehkan untuk mengambil .
\
Dari rencana membangun 800 hingga 1000 unit rumah PNS hingga kini jumlah peminat yang serius mengambil perumahan tersebut hanya 150 orang itupun sudah termasuk diantaranya para pejabat eselon II dan III.

Berdasarkan data yang di peroleh dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD) , dari 540 PNS yang mendaftar hanya 150 PNS saja yang dinyatakan telah lengkap persyaratan administrasi BI cheking. Belakangan diketahui dari 150 PNS yang dinyatakan telah lengkap persyaratanya tidak hanya dari golongan II, justru kebanyakan mereka dari pejabat yang golonganya III dan IV yang notabene gajinya lebih dari 3 juta.

Padahal dalam amanat Keputusan Presiden (Kepres) no 14 tahun 2003, disana sudah jelas tujuan perumahan untuk memnesejahterakan PNS dengan gaji rendah dan tidak memiliki rumah agar memiliki rumah.

“Program perumahan PNS di Kab. Majalengka jelas tidak tepat sasaran dan melenceng dari aturan yang ada, karena kini perumahan PNS yang seyogyanya bagi mereka berpenghasilan rendah justru malah PNS eselon tinggi yang banyak memesanya,” ungkap salah seorang PNS yang namanya tidak untuk disebutkan.

Mahalnya harga perumahan dan status tanah yang belum jelas sejak awal sudah menjadi faktor utama mundurnya para PNS golongan II untuk mengambil perumahan PNS Sindangkasih tersebut. Umumnya para PNS khawatir dengan belum jelasnya status tanah akan menimbulkan  persoalan baru dikemudian hari.

Sementara itu, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kab. Majalengka, Drs. H. Ahmad Sodikin, MM. melalui Kabid Kesejahteraan dan Pembinaan Pegawai, Dra. Rina Agustiny membenarkan minat dari PNS yang mengajukan permohonan perumahan PNS melalui BKD masih sangat minim. Dari 540 yang mendaftar hanya 150 PNS saja yang telah dinyatakan lulus BI Cheking.

“ Sementara data yang ada pada kami, PNS yang minat sih lumayan banyak ada 540 orang. Namun yang lolos verifikasi BI Cheking baru 150 saja,” kata Rina melalui Kasubid Kesejahteran dan penghargaan pegawai   Maya Adriyati S.STP.

Maya juga mengakui apabila perumahan PNS ini kurang diminati bagi PNS golongan II, justru banyak di ambil para PNS yang golongan III dan IV.  Namun berdasarkan kesepakatan pengembang karena perumahan ini minim peminat akhirnya PNS yang bukan golongan II juga di perbolehkan mengajukan permohonan.

“Memang ada PNS yang dari golongan III dan IV yang sudah mengajukan permohonan dan dinyatakan lolos BI Cheking. Namun jumlahnya tidak banyak sih,” Jelasnya.

Lebih lanjut Maya menjelaskan, antara PNS II dan golongan III, IV tentu ada perbedaan fasilitas yang di dapat. Apabila PNS yang bukan dari golongan II tentu saja akan dikenakan biaya suku bunga yang lebih besar, berbeda dengan PNS golongan II di lihat dari harga jauh lebih murah dan suku bunga yang kecil karena sudah mendapat subsidi.

Sumber: Sinar Media

Anggaran Pembuatan Umbul-Umbul Rp.452 Juta Dipertanyakan

Proyek pengadaan “umbul-umbul” nampaknya seperti proyek “Siluman” saja ,selain anggaran tersebut “ujug-ujug “ ada di DPA kecamatan , pembuatanya menurut khabar yang beredar  juga direncanakan dikerjakan oleh rekanan yang dikoordinir oleh bagian Sarana setda kabupaten Majalengka.

Disebut proyek  “ujug-ujug” karena beberapa Camat mengaku tidak pernah merasa mengusulkan proyek pengadaan umbul-umbul tersebut namun tiba-tiba saja menjelang penetapan APBD 2012 sudah tercantum dalam DPA .Namun yang lebih disesalkan lagi walaupun anggaranya ada di Kecamatan ,pembuatanya justru dikoordinir di Setda.

Informasi yang diperoleh Sinarmedia  anggaran untuk pembuatan umbul-umbul tersebut bervariasi tergantung jumlah desa yang ada di kecamatan tersebut.Setiap desa/kelurahan mendapat jatah 10 umbul-umbul jika dikalikan dengan jumlah desa/kelurahan  yang mencapai 336  desa/kelurahan maka jumlah umbul-umbul yang akan dibuat sebanyak 3.360 buah ditambah dengan jatah kecamatan yang mendapat 10 umbul-umbul yakni  260 buah ,jadi jumlah keseluruhan pembuatan umbul-umbul mencapai 3620 buah . Dengan harga satuan umbul-umbul yang mencapai Rp. 125 ribu  maka  anggaran keseluruhan pembuatan umbul-umbul mencapai Rp.452,5 juta .

Beberapa Camat yang dikonfirmasi terkait pengadaan umbul-umbul itu memilih bungkam tidak mau berkomentar ,hanya Camat Majalengka, Yusanto Wibowo, S.Ip. MP, yang mau berkomentar.Menurut Yusanto , tahun ini memang ada proyek pengadaan umbul-umbul untuk di sebarkan di kelurahan dan desa,namun pembuatanya diserahkan kepada kecamatan masing-masing.

“ Benar ada pengadaan umbul-umbul tapi pengerjaanya oleh kecamatan ,bagian sarana memang pernah menyarankan untuk keseragaman apabila belum ada pengusahanya di bagian Sarana ada yang sudah biasa dan sanggup”.Ujarnya.

Menurut Yusanto apabila masih ada Camat yang mengganggap pekerjaan itu dikoordinir  hal itu salah persepsi dan perlu diluruskan.Karena anggaran tersebut ada di  kecamatan maka kebijakanya ada di kecamatan.

Namun setelah ada beberapa wartawan yang melakukan konfirmasi ke bagian sarana terkait pengadaan umbul-umbul tersebut ,maka para Camat langsung dikumpulkan dan diberi pengarahan oleh Sekda H.Ade Rahmat Ali.Dan informasi yang diperoleh keputusanya pengerjaanya tetap akan dikoordinir di bagian  Sarana Setda  Majalengka.

Kabag Sarana, H. Tatang Rahmat sampai berita ini diturunkan enggan berkomentar, bahkan terkesan menghindar dari awak media. “Saya nanti akan sampaikan ke pa Kabag, karena akhir-akhir ini beliau sedang sibuk,” tutur Kasie Sarana, Nana Rukmana, SH saat ditemui Sinarmedia diruang kerjanya.

Sementara itu Sekda H.Ade Rahmat Ali ketika dikonfirmasi Sinarmedia ,membantah rencana pengadaan umbul-umbul yang mencapai Rp.450 juta lebih itu dikoordinir di Setda.Menurut Ade,karena anggaranya ada di kecamatan maka pengadaanya dilakukan oleh kecamatan.

“Anggaran umbul-umbul kan adanya di kecamatan jadi pihak kecamatanlah yang berhak untuk melaksanakan proyek ini, dan bagian sarana tidak dibenarkan mengedrop barang. Semuanya di serahkan kepada pihak kecamatan,” kata Sekda.

Menurut  Ade Rachmat Ali, pengadaan umbul-umbul itu diperuntukan bagi desa-desa yang anggaranya juga di tempatkan di Kecamatan. Dan apabila ada camat yang mengeluhkan bahwa barang tersebut di drop dari bagian sarana itu tidak dibenarkan, karena anggaran pengadaan ada di kecamatan.

Sumber: Sinar Media

OPINI

e-BULLETIN

 
Copyright © 2011. LBH MAJALENGKA . All Rights Reserved
Company Info | Contact Us | Privacy policy | Term of use | Widget | Advertise with Us | Site map
Template modify by Creating Website. Inspired from CBS News